Mengeraskan Suara Talbiyah
Mengeraskan Suara Talbiyah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 24 Rabiuts Tsani 1447 H / 16 Oktober 2025 M.
Kajian Islam Tentang Mengeraskan Suara Talbiyah
Jibril merupakan malaikat pembawa wahyu. Hal ini telah disepakati dan dikenal oleh seluruh kaum muslimin. Akan tetapi, yang dimaksudkan adalah beberapa riwayat yang diawali oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan ucapan أَتَانِي جِبْرِيلُ (Jibril mendatangiku). Kemudian فَبَشَّرَنِي (memberikan kabar gembira) atau فَأَمَرَنِي أَنْ آمُرَ أَصْحَابِي (memberitahukan agar para sahabat diperintahkan), atau beliau datang untuk mengucapkan salam, dan seterusnya.
Terdapat banyak riwayat dalam Shahih Aljami’ Ashshaghir sendiri, berkisar 15 riwayat atau bahkan lebih, yang diawali dengan Jibril mendatangi atau hadir ke rumah Rasulullah. Ini merupakan kebiasaan Jibril kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Juga akan dipelajari pesan-pesan yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai bentuk wahyu.
Wahyu bukan hanya Al-Qur’an, tetapi hadits juga merupakan wahyu. Ahlus Sunah memahami bahwa sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga merupakan wahyu yang dijadikan pedoman, pijakan, dan pegangan. Ketika seseorang akan beramal atau menilai sesuatu benar atau tidak, penilaian dikembalikan kepada dua pusaka: Al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Para ulama mengatakan, dari sisi keautentikan, Al-Qur’an lebih tinggi dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada setelahnya. Membaca Al-Qur’an saja sudah bernilai pahala. Sementara itu, tidak ada perintah membaca hadits seperti membaca Al-Qur’an. Adapun membaca, mempelajari, dan menghafal hadits dengan niat ikhlas dan semangat menghidupkan sunnah, hal itu merupakan urusan lain. Namun, dalam sisi pendalilan atau pedoman, seseorang berpegang pada dua pusaka tersebut. Maka, para ulama mengatakan, baik Al-Qur’an maupun hadits merupakan wahyu yang sama-sama harus dipegang teguh.
Orang yang menerima Al-Qur’an tetapi tidak mau menerima hadits adalah sesat. Hal itu tidak bisa dibenarkan. Ada orang mengatakan, “Saya ahlul Quran dan saya hanya cukup mau mempelajari Al-Qur’an, tidak mau mempelajari yang lain, termasuk hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Orang tersebut sesat.
Di dalam Al-Qur’an sendiri disebutkan:
…وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ…
“Apa yang disampaikan oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau perintahkan, beliau ajari, beliau teladankan, maka harus kalian pegang teguh dan kalian lakukan.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7).
Jika ada orang mengatakan, “Tidak, Al-Qur’an saja cukup,” tetapi tidak menerima hadits, berarti dia melanggar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Kemudian, dalam Al-Qur’an juga difirmankan:
…وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ…
“Kami turunkan kepada engkau (Muhammad) Adz-Dzikr agar kamu jelaskan kepada orang-orang apa yang diturunkan kepada mereka.” (QS. An-Nahl[16]: 44).
Penjelasan Al-Qur’an, baik berupa tafsir, penjelas, tambahan, maupun perincian, semua itu juga merupakan wahyu. Keduanya harus dipelajari. Intinya, Jibril ketika datang membawa berita, ini juga merupakan wahyu yang bisa dijadikan dasar dan pedoman.
Tentu terdapat perbedaan hadits dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an bersifat mutawatir dan pasti shahih. Sementara itu, ada hadits yang tidak shahih. Akan tetapi, para ulama mengatakan hadits itu dipelajari. Jika sebuah hadits telah dinyatakan diterima sanadnya, baik itu shahih atau di bawahnya (hasan), maka hadits tersebut dapat dijadikan pedoman.
Mengeraskan Suara Talbiyah
Hadits pertama yang dibahas adalah hadits yang juga sama berkaitan dengan kedatangan Jibril kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
أَتَانِي جِبْرِيلُ فأَمَرَنِي أنْ آمُرَ أصْحَابِي ومنْ مَعِي أنْ يَرْفَعُوا أصْواتَهُمْ بالتَّلْبِيَةِ
“Jibril mendatangiku, lalu dia memerintahkanku agar aku memerintahkan sahabat-sahabatku dan orang-orang yang bersamaku untuk mengeraskan suara mereka dengan (bacaan) Talbiyah.” (HR. Imam Ahmad, Ashabus Sunan yang empat (Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah), Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)
Maksud “semua yang bersamaku” adalah mereka yang berangkat bersama saat ibadah haji wada.
Talbiyah adalah ungkapan:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ.
(Labbaik Allahumma labbaik. Labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. La syarika lak).
“Aku penuhi panggilan-Mu, Ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”
Maknanya adalah memenuhi panggilan demi panggilan; datang setelah dipanggil. Istilahnya dikatakan ijabatun ba’da ijabah (jawaban setelah jawaban), yakni kesiapan dengan jiwa raga untuk hadir memenuhi panggilan Allah.
Mengeraskan suara talbiyah merupakan sunnah ketika seseorang melaksanakan manasik. Ini adalah salah satu syiar atau simbol dalam ibadah manasik haji. Disebutkan dalam hadits, “Aku diperintahkan untuk para sahabatku agar mengeraskan.” As-San’ani Rahimahullah dalam syarah Jami Saghir menjelaskan mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan, “Jibril memerintahkan aku untuk perintahkan para sahabatku.” Ini menunjukkan bahwa perintahnya betul-betul spesifik dan penting, sampai Jibril mengatakan agar para sahabat diperintahkan mengeraskan suara talbiyah.
Dalam perintah ini ada penegasan untuk mengeraskan suara. Yang disyariatkan dalam talbiyah memang bukan suara pelan atau lirih. Catatan pertama, para ulama menyebutkan mengeraskan suara merupakan sunnah. As-San’ani Rahimahullah dalam tafsir hadits ini mengatakan secara zahir perintahnya menunjukkan kewajiban, jika dilihat dari redaksinya, karena Allah memerintahkan melalui Malaikat Jibril.
Akan tetapi, jumhur ulama (mayoritas ulama), baik dari mazhab Syafi’iyah, Hanabilah, maupun Malikiyah, mengatakan bahwa mengeraskan suara dalam talbiyah adalah sunnah. Bahkan, membaca talbiyah itu sendiri hukumnya sunnah. Jika ada orang yang berihram lalu diam selama perjalanan—karena tidur, malas, atau sibuk dengan gawai—manasiknya tetap sah dan tidak batal, tetapi dia meninggalkan ibadah sunnah dengan keutamaan yang besar. Jumhur ulama menyatakan talbiyah ini tidak wajib, apalagi mengeraskan suaranya. Adapun kaum wanita, mereka tidak diperintahkan mengeraskan suara, karena dituntut menjaga tingkah laku dan agar suaranya tidak didengar oleh yang bukan mahram.
Ini juga menjadi peringatan bagi kebiasaan kebanyakan orang Indonesia yang jika tidak malas, merasa sungkan dan malu untuk mengeraskan suara, sehingga jarang percaya diri. Contohnya di pesawat, ketika jemaah sudah melalui miqat. Seperti sebelum turun di Jeddah, setelah memakai pakaian ihram dan melewati miqat, jemaah boleh bertalbiyah dan dianjurkan mengulang-ulangnya. Namun, biasanya seseorang merasa sungkan dan akhirnya diam jika melihat penumpang di sekitarnya tidak berihram. Ini adalah kekurangan sebagian jemaah. Jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diingatkan Jibril agar memerintahkan para sahabatnya mengeraskan suara (talbiyah), maka syiar ini harus diperlihatkan, bukan disembunyikan atau dilirihkan.
Berbeda dengan pengalaman tinggal di lingkungan orang Arab yang dikenal percaya diri. Ketika umrah bersama mereka, bus bisa ramai dengan orang bertalbiyah. Bukan karena satu rombongan, tetapi masing-masing dari mereka tahu bahwa itu sunnah dan memiliki motivasi tersendiri untuk mengeraskan suara. Meskipun tidak saling mengenal, mereka bersahut-sahutan karena semua tahu hal itu disyariatkan. Ada yang sengaja mengeraskan suara agar yang lain ingat, lalu sebagian mulai ikut bertalbiyah. Ini adalah hal yang bagus. Sementara itu, sebagian jemaah (Indonesia) ketika umrah, bahkan dalam satu rombongan, menunggu dituntun untuk bertalbiyah dengan suara keras. Ini kurang sempurna dan perlu dibiasakan.
Bagi orang yang sedang ihram, ibadah yang paling bagus dan tepat selama perjalanan adalah bertalbiyah. Jika ada orang berihram membaca Al-Qur’an selama perjalanan, dia tetap mendapat keutamaan, tetapi yang paling tepat saat itu adalah talbiyah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diperintahkan Jibril untuk bertalbiyah, maka lakukanlah talbiyah, bukan melaksanakan ibadah lain yang mafdul (kurang utama).
As-San’ani bahkan mengatakan, “Talbiyah tidak disyariatkan kecuali dengan suara keras,” meskipun tadi disebutkan hukumnya sunah.
Pada riwayat nomor 67 dari jalur Zaid ibn Khalid Aljuhani, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan:
أتانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ لي: إنَّ الله يَأمُرُكَ أنْ تَأمُرَ أصْحابَكَ أنْ يَرْفَعُوا أصْواتَهُمْ بالتَّلْبِيَةِ فإنَّها مِنْ شَعائِرِ الحَجِّ
“Jibril mendatangiku, lalu berkata: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar engkau memerintahkan para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka ketika bertalbiyah (ihlal), karena sesungguhnya ia merupakan bagian dari syiar haji.`” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Al-Munawi Rahimahullah mengatakan bahwa syiar artinya adalah alamat atau a’lam, yaitu simbol atau lambang manasik. Ada pula yang menafsirkan sya’airil hajj sebagai manasiknya atau amalnya. Jadi, memperbanyak talbiyah memang salah satu rangkaian dari ibadah umrah atau haji, sehingga jangan dilewatkan. Dikatakan di hadits ini, “Karena mengeraskan suara ketika talbiyah merupakan bagian yang terpenting dari ibadah haji.”
Kata As-San’ani Rahimahullah, “maksudnya, juga umrah.” Syariat haji dan umrah sering tidak dibedakan. Sehingga, sebagaimana orang bertalbiyah saat haji, demikian pula ketika umrah. Perbanyaklah talbiyah dengan suara dikeraskan (bagi laki-laki) agar terlihat, dan jangan malu. Terlebih jika naik kereta cepat, jangan sampai terlalaikan melihat pemandangan atau fasilitas sehingga melupakan ibadah mulia ini. Manfaatkan waktu ihram sebaik-baiknya.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Mengeraskan Suara Talbiyah” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55695-mengeraskan-suara-talbiyah/